Sejarah Kota Solo yang Tidak Lepas dari Peran Penjajah

Sejarah Kota Solo memang menarik untuk disimak, karena ceritanya tidak akan lepas dari Kerajaan Mataram Islam. Kawasan ini mulai dikenal pada tahun 1744 dari sebuah desa terpencil. Letaknya kurang lebih 10 km dari pusat Kerajaan Mataram Islam yang waktu itu berada di wilayah Kartasura. Terbentuknya kota ini sendiri memang tidak bisa terlepas dari peristiwa Geger Pecinan.

Geger Pecinan Jadi Awal Sejarah Kota Solo

Sejarah Kota Solo yang Tidak Lepas dari Peran Penjajah

Peristiwa Geger Pecinan menjadi salah satu penyebab mengapa Keraton Kartasura hancur sekaligus cikal bakal terbentuknya wilayah Solo. Dimana kondisi ini merupakan sebuah peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh Etnis Tionghoa. Pada awalnya, Sinuhun Pakubuwono II mendukung penuh Etnis tersebut dan Jawa mengusir VOC dari wilayah mereka.

Pemberontakan tersebut dipimpin oleh Sinuhun Kuning atau Raden Mas Garendi. Sejarah Kota Solo akhirnya tertulis setelah Pakubuwono II pada akhirnya merapat ke VOC. Bukan hanya RM Garendi saja, RM Said juga ikut memimpin jalannya pemberontakan tersebut.

1. Keraton Kartasura Hancur

Kekuatan tersebut ternyata mampu membobol Keraton Kartasura. Hal tersebut membuat Sinuhun melarikan diri dan ditolong oleh Belanda, kemudian melakukan serangan balik, dengan kekuatan lebih besar dari sebelumnya. Serangan tersebut tidak mampu diredam oleh para pemberontak yang menyebabkan Keraton Kartasura jatuh kembali ke tangannya.

Sayangnya, kondisi Keraton Kartasura sendiri sudah tidak layak lagi menjadi tempat singgah. Sebenarnya masih bisa dibangun kembali, hanya saja menurut Sinuhun hal tersebut tidak bagus membawa sial. Selain itu, juga bisa membuat semua musuh mampu menyerang kembali dengan mudah.

2. Menuju Desa Sala

Sejarah Kota Solo berlanjut ketika Pakubuwono II ingin memindahkan kerajaannya, mulai berangkat dengan kereta Kyai Garudha. Diiringi dengan para pejabat termasuk perwakilan dari Belanda, yaitu Baron van Hohendorff. Selain itu, dalam rombongan juga membawa beberapa pusaka yang masih ada dan utuh. Ada juga pohon yang sekarang ditanam di Alun-Alun, menariknya selama berjalan beberapa abdi dalem menabuh gamelan.

Perjalanannya memang cukup panjang sepanjang 10 km. Ketika sudah sampai di lokasinya, Pakubuwono II mengatakan akan mengubah Desa tersebut menjadi nagari Surakarta Hadiningrat, keraton tersebut ada hingga sekarang.

3. Pembangunan Keraton Surakarta Hadiningrat

Sejarah Kota Solo dimulai dari pembelian tanah seharga 10 ribu gulden Belanda kepada Lurah Desa. Bukan hanya itu saja, uang itu juga digunakan untuk membangun sebuah istana kerajaan. Istananya sendiri mulai ditempati pada 20 Februari 1745.

Selanjutnya, pada 13 Februari 1755 perjanjian Giyanti antara Pakubuwono III dan RM Said yang membuat pangeran tersebut diberikan kekuasaan dengan status kadipaten. Pada akhirnya kadipaten tersebut diberi nama Pura Mangkunegaran, di mana kerajaannya terlihat di kawasan yang saat ini bernama ngarsopuro. Sebagai penguasa RM Said akhirnya bergelar Adipati Mangkunegara I.

4. Daerah Istimewa Surakarta

Sejarah Kota Solo kembali berkembang setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia. Tepatnya pada 1 September 1945, Sinuhun mulai mengeluarkan sebuah maklumat, tentang status kawasan ini yang sudah berubah. Sinuhun mengangkat Surakarta menjadi Daerah Istimewa, sehingga statusnya tidak akan jauh berbeda dengan provinsi. Kondisinya sama seperti Yogyakarta atau juga Aceh, kota ini mengantonginya selama 10 bulan.

Kemudian melalui penetapan pemerintah akhirnya, diputuskan untuk menghapusnya dan mengubah statusnya menjadi kawasan kota. Sejak saat itu, kawasan kota kelahiran Bapak Presiden ini masuk ke dalam Provinsi Jawa Tengah.

5. Karesidenan Surakarta

Sejarah Kota Solo kembali berkembang ketika pada waktu masyarakat menolak adanya sistem kerajaan di Kota ini. Hingga akhirnya, pemerintah membentuk sebuah karesidenan, yang terdiri dari beberapa kawasan. Mulai dari Kota Praja Surakarta, Karanganyar, Klaten, Boyolali, Wonogiri, dan Sukoharjo.

Kejadian ini terjadi pada 16 Juni 1946, sejak saat itu tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari Jadi untuk pemerintahan ini, Tetapi untuk hari jadinya sendiri tetap jatuh pada 17 Februari 1745 atau sekarang usianya 279 tahun. Karena pada saat itulah, pemindahan mulai dari kartasura ke surakarta, sekaligus pembangunannya. Tidak heran setiap tanggal tersebut, pemerintah Kota selalu mengadakan upacara.

Bukan hanya itu saja, ada kegiatan menarik serta seru yang juga dipersiapkan untuk memeriahkannya dan bisa dinikmati seluruh masyarakat. Dengan terbentuknya karesidenan ini, membuat posisi Surakarta sendiri cukup strategis, sebagai kawasan industri, pariwisata, dan juga perekonomian. Hal itu terbukti dengan pembangunannya yang cukup pesat dan strategis.

Nama Solo yang Lebih Terkenal

Pada dasarnya, kawasan ini memang memakai Surakarta. Hanya saja, penyebutan itu terlalu sulit, terutama untuk Belanda, akhirnya untuk penamaan agar mudah mengucapkan diubah menjadi Solo. Sebenarnya, untuk pengucapannya hampir mirip ketika mengatakan “Lontong”. Sekali lagi, pihak Belanda kesulitan, karena saat menyebutkannya terdengar seperti menyebutkan, “toko”, kondisinya terus bertahan sampai sekarang. Tidak heran bila banyak warganya sering menyebutkan lafal tersebut. Hanya saja, bagi orang tua pelafalannya sesuai dengan ejaan jawa, inilah asal mengapa nama tersebut menjadi berubah dan sulit kembali.

Sejarah Kota Solo memang tidak akan lepas dari kerajaan Mataram, serta Sinuhun Pakubuwono yang telah memindahkannya dari Kartasura ke Desa Sala, hal itu terjadi pada 17 Februari 1745.